Sumpah Mahasiswa-Mahasiswi Indonesia

KAMI MAHASISWA-MAHASISWI INDONESIA BERSUMPAH, BERTANAH AIR SATU, TANAH AIR TANPA PENINDASAN

KAMI MAHASISWA-MAHASISWI INDONESIA BERSUMPAH, BERBANGSA SATU, BANGSA YANG GANDRUNG AKAN KEADILAN

KAMI MAHASISWA-MAHASISWI INDONESIA BERSUMPAH, BERBAHASA SATU, BAHASA KEJUJURAN, TANPA KEBOHONGAN

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Video tentang mereka

silahkan kunjungi video kami di:

1. http://www.youtube.com/watch?v​=A0cvuuHw_X0

Dipublikasi di Tentang mereka | Meninggalkan komentar

Anak Jalanan, Anak Bangsa . . .

Saat ini, permasalahan terkait anak semakin banyak dan beragam. Indikasinya adalah semakin banyaknya anak-anak terlantar dan yatim-piatu yang tidak terurus, pemberdayaan anak-anak yang tidak pada tempatnya seperti dipekerjakan dengan waktu kerja yang sangat keterlaluan dan gaji yang tidak masuk akal, dsb. Sedangkan kita semua mengetahui bahwa kehidupan anak-anak seharusnya diisi dengan bermain, belajar, dan bersuka ria. Begitu juga dengan permasalahan anak jalanan di perkotaan merupakan suatu hal yang dianggap wajar oleh masyarakat, padahal hal ini seharusnya merupakan suatu hal yang tidak wajar terjadi. Permasalahan anak jalanan merupakan salah satu dampak dari kurangnya kesadaran dan kepedulian sosial di masyarakat terhadap kondisi anak-anak.

Undang-undang dasar mengatur bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara (pasal 34 ayat 1), namun kenyataannya kemampuan pemerintah tidak sebanding dengan meningkatnya permasalahan anak, baik secara kuantitas maupun kualitas. Jumlah anak terlantar (dimana anak jalanan termasuk didalamnya) cenderung semakin meningkat, seiring dengan permasalahan kemiskinan yang belum dapat diatasi. Data PUSDATIN tahun 2006 menunjukkan bahwa anak terlantar di Indonesia mencapai 2.815.383 jiwa. Karena keterbatasan pemerintah itulah, peran aktif dari masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ini sangat dibutuhkan.

Apa yang dapat dilakukan masyarakat terkait anak jalanan tersebut? Pada dasarnya, kebutuhan individu dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis (Cole dan Bruce, 1959). Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan primer seperti makan, minum, tidur, seksual, atau perlindungan diri. Sedangkan kebutuhan psikologis yang disebut juga kebutuhan sekunder dapat mencakup kebutuhan untuk mengembangkan kepribadian seseorang, contohnya adalah kebutuhan untuk dicintai, kebutuhan mengaktualisasikan diri, atau kebutuhan untuk memiliki sesuatu, di mana kebutuhan psikologis tersebut bersifat lebih rumit dan sulit diidentifikasi segera. Begitu juga dengan anak jalanan tersebut, untuk dapat memupuk harga diri, perilaku dan aktualisasi dirinya, pertimbangan mengenai keunggulan dan kelemahan serta kebutuhan anak jalanan tersebut perlu dilakukan.

Begitu juga dengan kondisi anak-anak jalanan (ANJAL) yang berada di sekitar pasar Ciroyom Bandung ini. Begitu banyak orang yang menilai negatif terhadap ANJAL tanpa mengetahui kondisi ANJAL tersebut dengan sesungguhnya. Mengelem, meminta-minta memang dianggap hina oleh masyarakat sekitar, bahkan oleh kaum terdidik seperti mahasiswa juga menganggap hal itu adalah perbuatan hina. Namun apakah kita mengetahui apa penyebab mereka melakukan perbuatan hina tersebut secara langsung? Pasti kebanyakan dari kita hanya berasumsi tanpa terjun secara langsung untuk mencari tahu penyebab mereka melakukan hal ini. Dengan menumbuhkan dan menunjukkan sedikit rasa kepedulian kita dengan cara mencari informasi mengenai kondisi anak jalanan itu dapat memberikan kontribusi dalam perubahan perilaku anak jalanan tersebut.

Sebagai contoh, di Rumah Belajar (RUBEL) Sahabat Anak Jalanan (SAHAJA) Ciroyom, para anak jalanan mendapatkan sedikit rasa kepedulian dari berbagai macam relawan yang datang dan pergi. Rasa kepedulian itu bermacam-macam bentuknya, ada yang mengajak mereka menggambar bersama, ada yang mengajarkan baca tulis dan berhitung, ada yang mengajak mereka jalan-jalan dan bahkan ada yang rela menginap barsama mereka untuk menunjukkan kepedulian mereka. Mungkin tidak semua orang sudah memiliki sekaligus merealisasikan rasa kepedulian mereka seperti yang diatas. Untuk mulai menumbuhkan rasa kepedulian dan merealisasikannya membutuhkan niat yang begitu luar biasa pada awalnya. Coba kita pikirkan, waktu kita dalam sehari ada 24 jam, tidak bisakah kita luangkan waktu kita lima menit dalam satu hari untuk menyapa dan menanyakan kabar mereka, atau mungkin setengah jam dalam sehari untuk mengajarkan arti dan makna hidup ini.

Salah siapakah fenomena anak jalanan ini? Salah pemerintahkah yang sibuk berbicara bahasa saktinya tentang EKONOMI MAKRO nya? Salah orang-orang terpelajarkah yang menjadikan diri mereka PELACUR INTELEKTUAL dengan jargon-jargon KEBENARAN ILMIAH yang akhirnya tidak membuat mereka melakukan apa-apa? Atau salah mereka kah KARENA TIDAK BISA MEMILIH UNTUK TIDAK DILAHIRKAN SEBAGAI ANAK JALANAN?

 

mereka tidak butuh dikasihani, mereka tidak butuh harapan-harapan kalian.

bantulah mereka membuat pilihan-pilihan baru dalam hidup mereka.

mereka hanya butuh sedikit perhatian dan kasih sayang.

agar mereka dapat merubah hidup mereka.

mereka juga anak bangsa ini.

mereka juga adik-adik kita.

walau mereka tidak seberuntung kita.

tapi marilah kita buat mereka tersenyum.

dan memberikan sedikit arti kehidupan kepada mereka.

terkadang terlalu banyak alasan kita untuk menutup mata, kuping dan hati kita.

Saat ini, permasalahan terkait anak semakin banyak dan beragam. Indikasinya adalah semakin banyaknya anak-anak terlantar dan yatim-piatu yang tidak terurus, pemberdayaan anak-anak yang tidak pada tempatnya seperti dipekerjakan dengan waktu kerja yang sangat keterlaluan dan gaji yang tidak masuk akal, dsb. Sedangkan kita semua mengetahui bahwa kehidupan anak-anak seharusnya diisi dengan bermain, belajar, dan bersuka ria. Begitu juga dengan permasalahan anak jalanan di perkotaan merupakan suatu hal yang dianggap wajar oleh masyarakat, padahal hal ini seharusnya merupakan suatu hal yang tidak wajar terjadi. Permasalahan anak jalanan merupakan salah satu dampak dari kurangnya kesadaran dan kepedulian sosial di masyarakat terhadap kondisi anak-anak.

Undang-undang dasar mengatur bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara (pasal 34 ayat 1), namun kenyataannya kemampuan pemerintah tidak sebanding dengan meningkatnya permasalahan anak, baik secara kuantitas maupun kualitas. Jumlah anak terlantar (dimana anak jalanan termasuk didalamnya) cenderung semakin meningkat, seiring dengan permasalahan kemiskinan yang belum dapat diatasi. Data PUSDATIN tahun 2006 menunjukkan bahwa anak terlantar di Indonesia mencapai 2.815.383 jiwa. Karena keterbatasan pemerintah itulah, peran aktif dari masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ini sangat dibutuhkan.

Apa yang dapat dilakukan masyarakat terkait anak jalanan tersebut? Pada dasarnya, kebutuhan individu dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis (Cole dan Bruce, 1959). Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan primer seperti makan, minum, tidur, seksual, atau perlindungan diri. Sedangkan kebutuhan psikologis yang disebut juga kebutuhan sekunder dapat mencakup kebutuhan untuk mengembangkan kepribadian seseorang, contohnya adalah kebutuhan untuk dicintai, kebutuhan mengaktualisasikan diri, atau kebutuhan untuk memiliki sesuatu, di mana kebutuhan psikologis tersebut bersifat lebih rumit dan sulit diidentifikasi segera. Begitu juga dengan anak jalanan tersebut, untuk dapat memupuk harga diri, perilaku dan aktualisasi dirinya, pertimbangan mengenai keunggulan dan kelemahan serta kebutuhan anak jalanan tersebut perlu dilakukan.

Begitu juga dengan kondisi anak-anak jalanan (ANJAL) yang berada di sekitar pasar Ciroyom Bandung ini. Begitu banyak orang yang menilai negatif terhadap ANJAL tanpa mengetahui kondisi ANJAL tersebut dengan sesungguhnya. Mengelem, meminta-minta memang dianggap hina oleh masyarakat sekitar, bahkan oleh kaum terdidik seperti mahasiswa juga menganggap hal itu adalah perbuatan hina. Namun apakah kita mengetahui apa penyebab mereka melakukan perbuatan hina tersebut secara langsung? Pasti kebanyakan dari kita hanya berasumsi tanpa terjun secara langsung untuk mencari tahu penyebab mereka melakukan hal ini. Dengan menumbuhkan dan menunjukkan sedikit rasa kepedulian kita dengan cara mencari informasi mengenai kondisi anak jalanan itu dapat memberikan kontribusi dalam perubahan perilaku anak jalanan tersebut.

Sebagai contoh, di Rumah Belajar (RUBEL) Sahabat Anak Jalanan (SAHAJA) Ciroyom, para anak jalanan mendapatkan sedikit rasa kepedulian dari berbagai macam relawan yang datang dan pergi. Rasa kepedulian itu bermacam-macam bentuknya, ada yang mengajak mereka menggambar bersama, ada yang mengajarkan baca tulis dan berhitung, ada yang mengajak mereka jalan-jalan dan bahkan ada yang rela menginap barsama mereka untuk menunjukkan kepedulian mereka. Mungkin tidak semua orang sudah memiliki sekaligus merealisasikan rasa kepedulian mereka seperti yang diatas. Untuk mulai menumbuhkan rasa kepedulian dan merealisasikannya membutuhkan niat yang begitu luar biasa pada awalnya. Coba kita pikirkan, waktu kita dalam sehari ada 24 jam, tidak bisakah kita luangkan waktu kita lima menit dalam satu hari untuk menyapa dan menanyakan kabar mereka, atau mungkin setengah jam dalam sehari untuk mengajarkan arti dan makna hidup ini.

Salah siapakah fenomena anak jalanan ini? Salah pemerintahkah yang sibuk berbicara bahasa saktinya tentang EKONOMI MAKRO nya? Salah orang-orang terpelajarkah yang menjadikan diri mereka PELACUR INTELEKTUAL dengan jargon-jargon KEBENARAN ILMIAH yang akhirnya tidak membuat mereka melakukan apa-apa? Atau salah mereka kah KARENA TIDAK BISA MEMILIH UNTUK TIDAK DILAHIRKAN SEBAGAI ANAK JALANAN?

 

mereka tidak butuh dikasihani, mereka tidak butuh harapan-harapan kalian.

bantulah mereka membuat pilihan-pilihan baru dalam hidup mereka.

mereka hanya butuh sedikit perhatian dan kasih sayang.

agar mereka dapat merubah hidup mereka.

mereka juga anak bangsa ini.

mereka juga adik-adik kita.

walau mereka tidak seberuntung kita.

tapi marilah kita buat mereka tersenyum.

dan memberikan sedikit arti kehidupan kepada mereka.

terkadang terlalu banyak alasan kita untuk menutup mata, kuping dan hati kita.

Dipublikasi di Tentang mereka | 4 Komentar

Penanganan untuk Anak Jalanan

Pemerintah telah banyak menanggulangi persoalan anak jalanan. Karena jumlah anak jalanan meningkat setiap tahunnya. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk menghentikan adanya pemenjaraan dan aksi kriminalitas terhadap anak jalanan yang berhadapan dengan hukum.

Anak jalanan menjadi korban kelalaian pemerintah yang tidak dapat memberikan pelayanan kepada rakyatnya dengan baik. Faktor lainnya yaitu dari orang tuanya sendiri yang justru menyuruh anaknya bekerja dijalan. Akar permasalahan anak jalanan harus bekerja dijalan juga akibat kondisi ekonomi keluarga mereka, dan  pendidikan yang kurang.

Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah anak terlantar mencapai 5,4 juta orang, anak hampir terlantar mencapai 12 juta orang atau ada 17 juta anak terlantar dan hampir terlantar. Dari jumlah tersebut, 230 ribu diantaranya menjadi anak jalanan yang tersebar di kota besar di Indonesia. Tercatat, 95 persen anak jalanan berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah, dan dari lingkungan masyarakat yang eksploitatuf terhadap anak.

KPAI juga mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan RUU Sistem Peradilan Anak. Usulan lainnya, KPAI mendesak agar pemerintah menarik target membersihkan kota dari anak jalanan tanpa disiapkan alternatif solusi yang memadai. Dan terakhir, KPAI merekomendasikan kepada pemerintah untuk membangun sistem Jaminan Sosial Anak sebagai solusi komprehensif penanganan anak terlantar dan anak jalanan.

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Tangisan Anak Jalanan

Jam di tangan ku menunjukan pukul 20.30. Aku baru saja menyelesaikan tugas kelompok bersama teman-teman ku di kampus. Karena ruma teman ku tidak ada yang searah,  akhirnya aku menunggu ayah sendirian di depan kampus dan saat aku menunggu ayah menjemput ku, tiba-tiba sesaat bulu kuduk ku merinding, aku mendengar rintihan seoarang anak kecil dari belakang tubuh ku. Saking aku penasaran, dengan perasaan penuh takut ku beranikan diri  menengok kebalakang dan ternyata  tangisan itu datang dari seorang anak kecil dengan baju lusuh dan kotor. Ia menangis terisak-isak sambil menghitung uang hasil ngamennya. “Mungkin hasil ngamennya dicuri kali yah makanya dia menangis.” pikir ku. Karena aku kasihan padanya kemudian aku hampirilah dia, mungkin saja aku bisa membantu anak itu.

Aku: kamu kenapa nangis

Anjal: engga apa-apa (sambil mengacuhkan aku)

Aku: uang ngamen kamu di curi ya?

Anjal: (lagi-lagi ia hanya menggelengkan kepalanya)

Aku: trus kenapa kamu nangis?

Anjal: hasil ngamen aku hari ini Cuma 60.000.-

Aku: Memangnya kurang yah segitu.  emang kamu biasanya sehari dapet berapa?

Anjal: kalo enggak sampai 100.000 pulang-pulang aku diomelin mama sama bapak.

Tersentak aku kaget. Orang tua yang seharusnya menafkahi mereka justru memeras anaknya?? Tanpa pikir panjang ku keluarkan uang 40.000 dari kantong celana ku dan ku berikan untuk anak jalanan itu. Semenjak mala ini, aku bertekat dalam diri ku. Kalau nanti aku punya rezeki yang banyak aku akan mendirikan sekolah untuk ana-anak seperti mereka. amin*

 

 

*Cerita diatas merupakan kisah nyata yang dikembangkan. Cerita sesungguhnya adalah saat kami berkunjung ke tempat biasa anak jalanan mengamen, di salah satu daerah di Tangerang dan ketika kami menemui mereka, tiba-tiba satu orang dari mereka menangis, sebenarnya mayang (nama anak jalanan yang menangis) tidak mengatakan menapa ia menangis, kemudian kami memperoleh cerita dari temannya kalau mayang menangis karena uang ngamennya tidak mencapai target yang ditentukan orang tuanya. Karena hal itu mayang pergi mengamen lagi, padahal saat itu waktu telah menunjukan pukul 20.30. Anak kecil seperti mayang berkeliaran malam-malam di jalan sambil mengamen, coba kita bayangkan, apa yang kita rasakan jika ada diposisi mereka?

 

 

Dipublikasi di Tentang mereka | 12 Komentar

Apakah Penyebab Anak Jalanan Bertindak Liar dan Kasar??

Anak jalanan yang hidup dan besar dihiruk pikuk dunia luar sudah biasa melihat atau mungkin merasakan kekejaman atau tindak kriminalitas pada dirinya maupun orang lain. Itulah menngapa mereka bertindak liar dan sedikit kasar. Tidak adanya kontrol dari orang tua juga menjadi pemicu sifat liar dan nakal para anak jalanan, bahkan tidak mustahil orang tua mereka pun kerap mengatai atau mencaci dengan kata-kata kasar dan tidak pantas diterima oleh anak-anak mereka yang dibwah umur.

Secara kejiwaan mereka secara tidak langsung akan mencontoh dan meniru apa yang  terjadi disekelilingnya, apalagi mereka masih dalam tahap perkembangan. Alangkah berbahayanya jika anak dibawah umur dan belum mengerti apa-apa sudah mengeluarkan kata-kata kotor? Siapa yang akan bertanggung jawab atas tumbuh kembang mereka?

Tidak wajar orang tua yang harusnya dapat mengayomi anak-anaknya malah justru memberi contoh perilaku yang buruk seperti kata-kata kasar, eksploitasi anak, dan memberikan punishment jika tidak mendapat uang. Perilaku demikianlah yang dapat berpotensi perkembangan anak hingga akhirnya mereka meniru apa yang dilakukan orang tuanya.

Beberapa narasumber mengatakan, bahwa anak jalanan kerap memaksa atau mengeluarkan kata-kata kasar bila tidak diberi uang. Ada pula modus mereka yang tetap menunggu sambil bernyanyi hingga diberi uang jika tidak, mereka akan terus membuntuti kemana orang itu beranjak dari tempat sebelumnya. Dan menurut narasumber mereka juga sering kali tidak mengucapkan terima kasih dan langsung pergi begitu saja padahal lagunya pun belum selesai dinyanyikan.

Anak jalanan sering kali disama-samakan dengan anak punk. Meski belum jelas perbedaan yang signifikan publik sering beranggapan bahwa anak punk yang memiliki style sedikit menonjol termasuk anak jalanan. Kegiatan mereka pun tentu tidak sama, seperti anak punk yang cenderung menggunakan banyak aksesoris dan lainnya tidak mungkin menyemir sepatu dan sebaliknya anak jalanan yang biasa ngamen atau jongkok menyikat sepatu berdandan ala anak punk. Sedangkan biaya untuk makan pun sulit mereka dapatkan. Jadi anggapan-anggapan dan presepsi-presepsi inilah yang membuat orang-orang segan dalam memberi sumbangan.

Dipublikasi di Uncategorized | 2 Komentar

BISNIS HARAM TELAH MENGHINGGAPI ANAK JALANAN

survey meneyebutkan 92,8 persen anak jalanan terlibat dalam peredaran gelap narkoba(ILO, 2004)

Banyak anak jalanan yang terjerumus kedalam peredaran narkoba. Hasil survey meneyebutkan 92,8 persen anak jalanan terlibat dalam peredaran gelap narkoba (ILO, 2004). Hasil yang sangat fantastic. Dimana anak jalanan yang berusia rata-rata di bawah 20 tahun ini sudah terlibat bisnis barang haram tersebut.
Selain itu adalagi hasil survey yang menyebutkan jika semua anak jalanan atau 100 persen dari mereka mengaku pernah ditawari narkoba. Hal tersebut terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh tiga murid SMA Tarakanita I. Penelitian yang dilakukan oleh Kalindra (17), Nicky (17), dan Retno (17) ini meneliti 53 anak jalanan di kawasan Blok M, Mayestik, Kebayoran Lama, dan Kebayoran Baru, Jakarta berusia 12-19 tahun.
Kondisi mereka yang terbiasa hidup bebas di jalan, menjadikan anak jalanan sangat rentan akan narkoba. Faktor kemiskinan juga menjadi daya tarik mereka untuk terjun ke dalam bisnis haram ini. Ancaman hukuman penjara pun mereka inggahkan, demi mendapatkan sesuap nasi untuk isi perut mereka.
Orang tua yang seharusnya memberi nasehat kepada anaknya justru mendukung anaknya terlibat dalam bisnis haram tersebut. Lagi-lagi karena terjepitnya ekonomi keluarga menjadi alasan orang tua memperbolehkan anaknya terlibat dalam peredaran narkoba.
Untung yang didapat dari hasil mengamen, memang tidak seberapa besar jika dibandingakan dengan hasil mereka menjual barang haram tersebut. Hal tersebutlah yang membuat anak jalanan semakin nyaman dengan bisnis barang kesesatan itu.
Padahal anak jalanan juga merupakan penerus bangsa ini, yang mesti kita jaga baik-baik kualitas moralnya. Maka dari itu, untuk menghindarkan anak jalanan dari barang haram tersebut perlu kerjasama dari semua pihak. Agar nantinya anak jalanan terbebas dan terhindar dari bisnis barang haram tersebut.

Dipublikasi di Tentang mereka | 4 Komentar

Macam-Macam Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak dibawah umur yang bekerja dijalanan dan mencari uang dengan cara yang berbeda-beda. Anak jalanan yang biasa kita temui dijalan-jalan Ibu Kota adalah anak yang membantu ekonomi keluarganya, dengan mengamen, menjual koran, semir sepatu dan lainnya. Suatu bentuk usaha yang dilakukan mereka dalam mencari uang, meski ada pula anak jalanan yang meminta-minta atau biasa disebut pengemis namun itu semua mereka lakukan untuk mencari uang agar ia dan keluarganya dapat makan.

Bernyanyi dengan diiringi alat musik seadanya adalah yang biasa dilakukan anak jalanan sebagai pengamen. Dari tempat ke tempat dari pagi buta sampai larut malam menaiki bus-bus mereka terus berusaha mencari uang. Mereka tidak mematok harga ngamen atau upah nyanyi mereka dengan harga yang tinggi. Melihat orang memasukan uang kekantong plastik mereka pun sudah sangat bahagia.

Meski pekerjaan mereka sudah seperti orang dewasa namun jiwa mereka tetaplah anak-anak. Dengan uang seadanya yang mereka dapat sehabis bekerja dijalan mereka bermain dengan teman-teman sebaya mereka. Setidaknya untuk melepas penat dan gundah mereka akan realita hidup yang mereka hadapi. Kerasnya dunia luar sudah biasa bagi mereka, mereka tidak canggung ataupun malu dengan apa yang mereka lakukan, selama itu halal mereka cukup bahagia.

Banyak pula dari mereka yang bekerja sebagai loper koran yang menjual koran-koran dijalan maupun ditempat umum lainnya. Seperti stasiun atau perumahan adalah target loper koran dalam menjual korannya untuk mendapatkan uang. Sebagian dari mereka juga ada yang masih sekolah dan menjadi loper koran hanya keinginan mereka sendiri untuk membantu orang tua mereka. Hati yang mulia dan niat yang suci adalah kunci mereka untuk mendapatkan penghasilan yang halal dan berkah. Sedih rasanya mendengar pengakuan mereka tentang niat yang tulus lewat muka polos dan jujur mereka.

Begitu sulitya mencari uang di kota yang sempit ini. Penuh sesak mobil-mobil mewah berlewatan milik orang kaya yang entah bagaimana mereka mendapatkannya, melihat akhir-akhir ini kasus korupsi meraja lela di negeri tercinta kita Indonesia. Anak jalanan  yang harus banting tulang untuk makan dan tidak hanya untuk mereka saja tapi untuk kelurganya pun seperti tidak ada artinya jika melihat anak-anak yang beruntung bisa terlahir dengan keluarga yang berkecukupan dengan tidak menghargai rezeki yang diberikan Tuhan

Selain pengamen dan loper koran, ada pula anak jalanan yang memilih untuk mencari uang dengan semir sepatu. Berbekal kotak berisi semir dan kuas mereka menjajakan jasanya kepada orang-orang ditempat-tempat ramai. Dengan berharap sepatu mahal dan indah si bapak mau dicopot dan disemir sambil menunggu dikursi kecil. Dengan berjongkok dan siap untuk menyemir si Bapak duduk menunggu sambil baca koran atau sesekali menelpon rekan bisnisnya di handphone yang super canggih diselingi tawaan semeringah. “aku nggak iri dengan hp bapak itu yang canggih, aku nggak malu duduk dibawah sedangkan bapak diatas” ujar salah satu anak jalanan tukang semir. Ia pun menambahkan bahwa ia justru malu jika mendapatkan uang dengan cara yang salah dan merugikan orang “aku sih yang penting halal”.

Jika mereka yang kurang berpendidikan pun mampu mencari nafkah seadanya dan bersyukur lantas bagaimana yang diluar sana dalam mencari uang? Apakah mereka menggunakan titel Doktor Insinyur , Atau Profesor  untuk  menggunakan kepintarannya yang licik demi mencari uang dengan merugikan orang lain? Seharusnya mereka yang lebih beruntung dibanding anak jalanan dan memiliki kemampuan atau penghasilan lebih dapat membantu meringankan beban mereka sehingga penerus bangsa bisa berpotensi untuk mengharumkan nama negara.

Dipublikasi di Tentang mereka | 4 Komentar

Realitas Anak Jalanan

Seperti tidak ada habisnya kisah yang terjadi dilingkup anak jalanan. Anak jalanan yang menjadi korban eksploitasi terkadang tidak mampu berbuat apa-apa saat harus terpaksa turun kejalan dan mencari uang. Panas terik, hujan badai pun tidak mengurungkan niat mereka untuk mencari nafkah. Faktor-faktor penyebab anak dibawah tahun harus bekerja dijalan juga tidak luput dari akibat orang tua yang seharusnya mengayomi dan melindungi malah justru menyuruh dan menimpalkan tanggung jawab mereka dibawah punggung anak-anaknya dengan peluang penghasilan akan lebih banyak. Anak jalanan terpaksa menjadi tulang punggung keluarga yang ia sendiri pun tidak sewajarnya melakukan hal itu.

Orang tua mereka terkadang menggunakan sosok polos dan lugu anak-anaknya untuk mendapatkan belas kasihan orang yang lalu lalang disekitar untuk memberi uang. Pada kenyataannya, banyak orang tua anak jalanan yang bahkan memaksa dan memberi hukuman jika setoran mereka tidak sesuai target yang diinginkan.  Kebodohan dan kemalasan seperti telah melekat pada karakter rakyat Indonesia. Masih banyak rakyat Indonesia yang faktanya masih belum dapat membaca dan menulis.

Sedikit membahas tentang fakta rakyat Indonesia yang sampai sekarang masih ada yang belum dapat membaca dan menulis mengingatkan kita tentang Tenaga Kerja Indonesia yang akhir-akhir ini dipenggal karena diduga akan dianiaya majikannya. Salah satu penyebab timbulnya kekerasan yang dialami Tenaga Kerja Indonesia akibat ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi. Menerima dan mengolah serta menyampaikan informasi baik menulis ataupun membaca.

Jadi pendidikan sangatlah penting ditanamkan sejak dini. Orang lain yang mau berpikir dan bekerja berlomba-lomba meraih pendidikan sampai ke luar negeri. Namun peluang itu tentu didukung oleh peran orang tua mereka dalam memberikan fasilitas maupun dukungan moral. Berkebalikan dengan apa yang terjadi dengan anak jalanan. Sebagian dari mereka masih menginginkan belajar disekolah pada umumnya, namun sayang, jangankan fasilitas yang mencukupi untuk bersekolah, makan pun mereka sulit sekali. Belum lagi penolakan terus menerus yang dilontarkan orang tua mereka mendengar keinginan mereka untuk bersekolah.

Orang tua mereka hanya berpikiran bahwa cukup bekerja untuk mencari uang saja mereka akan bertahan hidup. Entah itu merugikan orang lain atau tidak, yang mereka tau hanya mendapatkan uang untuk makan, meski anak sendiri terlantarkan. Padahal agama Islam pun yang menjadi mayoritas agama rakyat Indonesia menganjurkan bahwa “tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah” yang berarti Islam tidak mengindahkan tindakan minta-minta atau mengemis.

Dipublikasi di Tentang mereka | Meninggalkan komentar

Sebuah Arti Kemerdekaan

         66 Tahun sudah Indonesia merdeka. Sayangnya, tak semua rakyat Indonesia benar-benar merasakan kemerdekaan ini. Salah satunya adalah anak jalanan, mereka tetap terjajah akan hak-haknya, hak mendapat pendidikan, hak mendapat kenyamanan dan ketengangan hidup pun tak mereka dapatkan. Namun, apa sebenaranya arti kemerdekaan bagi anak jalanan?

Inilah ungkapan hati mereka mengenai arti sebuah kemerdekaan:

Arti kata merdeka  bagi  mereka anak jalanan

  • Bagi saya Merdeka adalah apabila saya sedang ngamen enggak dilarang enggak dikejar Satpol PP.
  • Kemerdekaan adalah sebuah Indonesia,  yang menjadi tanggungjawab Negara.
  • Kemerdekaan bagi kami adalah tidur dijalan, engak dilarang,minum enggak dilarang pokoknya pingin apa-apa bebas.

Apakah mereka sudah merasakan Kemerdekaan tersebut ?

  • Belum selama ini saya ngamen  masih dikejar-kejar Satpol PP.
  • Belum saya banyak melihat didaerah terpencil  kemiskinan,keserakahan dan penggusuran penindasan bagi rakyat kecil.
  • Bagi kami belum merdeka, kalau bagi kami sudah merdeka tidak ada garukan tetap enak terus , rakyat enak tidak ada penggusuran   yang bikin tidak merdeka kamtib itu pingin merdeka  kamtib itu sendiri.

Yang mereka inginkan tentang  kemerdekaan ini  adalah

  • Saya ingin damai tidak ada penindasan atau penggusuran  bagi rakyat kecil terpencil untuk pembangunan di negara kita.
  • Senang-senang aja ngingat  para pahlawan yang zaman  dulu merdekakan ini  Negara dan jangan ada garukan lagi.

Dikutip dari : Suara Malioboro

Dipublikasi di Tentang mereka | Meninggalkan komentar